Rabu, 29 Februari 2012

UU No. 32 Tahun 2009 - PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2009
 TENTANG

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :  a.  bahwa   lingkungan  hidup  yang  baik  dan sehat merupakan hak asasi  
                               setiap  warga  Negara   Indonesia   sebagaimana  diamanatkan  dalam 
                               Pasal 28H  Undang-Undang Dasar Negara  Republik  Indonesia Tahun
                               1945;
                          b.  bahwa pembangunan  ekonomi  nasional  sebagai mana  diamanatkan
                               oleh  Undang-Undang Dasar   Negara Republik   Indonesia Tahun 1945
                               diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan 
                               berwawasan lingkungan;
                          c.  bahwa       semangat      otonomi     daerah     dalam     penyelenggaraan
                               pemerintahan   Negara Kesatuan  Republik  Indonesia telah membawa
                               perubahan    hubungan     dan    kewenangan  antara   Pemerintah   dan
                               pemerintah  daerah, termasuk di bidang perlindungan dan pengelolaan
                               lingkungan hidup;
                          d.  bahwa    kualitas   lingkungan  hidup    yang   semakin   menurun    telah
                               mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup 
                               lainnya   sehingga    perlu   dilakukan   perlindungan   dan   pengelolaan
                               lingkungan hidup  yang sungguh  sungguh  dan  konsisten oleh semua
                               pemangku kepentingan;
                          e.  bahwa  pemanasan  global  yang  semakin  meningkat   mengakibatkan
                               perubahan iklim sehinggamemperparah penurunan kualitas lingkungan 
                               hidup    karena   itu   perlu    dilakukan   perlindungan   dan   pengelolaan 
                               lingkungan hidup;
                           f.  bahwa   agar   lebih    menjamin    kepastian   hukum  dan   memberikan 
                               perlindungan      terhadap    hak    setiap     orang    untuk    mendapatkan
                               lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan
                               terhadap keseluruhan  ekosistem, perlu dilakukan  pembaruan terhadap
                               Undang  -   Undang    Nomor   23   Tahun  1997      tentang   Pengelolaan
                               Lingkungan Hidup;
                          g.  bahwa  berdasarkan   pertimbangan   sebagaimana   dimaksud   dalam 
                                huruf  a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,  dan huruf f, perlu  membentuk 
                                Undang-Undang  tentang  Perlindungan  dan  Pengelolaan Lingkungan 
                                Hidup;

Mengingat  :    Pasal 20, Pasal 21,  Pasal 28H ayat  (1),  serta  Pasal 33  ayat (3)  dan ayat
                          (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:      UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN DAN
                              PENGELOLAANLINGKUNGAN HIDUP.

BAB I
KETENTUANUMUM

Pasal 1

DalamUndang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.  Lingkungan hidup adalah  kesatuan ruang dengan  semua benda, daya, keadaan, dan 
     makhluk hidup,  termasuk  manusia  dan  perilakunya, yang   mempengaruhi  alam   itu
     sendiri,kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
     lain.
2.  Perlindungandan  pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu
     yang dilakukan untuk  melestarikan  fungsi lingkungan  hidup dan mencegah terjadinya
     pencemaran  dan / atau  kerusakan  lingkungan  hidup   yang    meliputi   perencanaan,
     pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
3.  Pembangunan  berkelanjutan  adalah upaya  sadar dan terencana  yang   memadukan
     aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi  ke dalam  strategi  pembangunan untuk
     menjamin keutuhan lingkunganhidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan,
     dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
4.  Rencana  perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang selanjutnya disingkat
     RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup,
     serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.
5.  Ekosistem  adalah  tatanan unsur  lingkungan  hidup yang  merupakan  kesatuan utuh  
      menyeluruh dan saling  mempengaruhi  dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, 
     dan produktivitas lingkungan hidup.
6.  Pelestarian    fungsi  lingkungan  hidup  adalah  rangkaian  upaya   untuk   memelihara 
      kelangsungan dayadukung dan daya tampung lingkungan hidup.
7.  Daya     dukung   lingkungan    hidup   adalah   kemampuan  lingkungan    hidup   untuk 
     mendukung  perikehidupan manusia, makhluk  hidup  lain, dan   keseimbangan  antar
     keduanya.
8.  Daya  tampung    lingkungan    hidup   adalah    kemampuan  lingkungan  hidup   untuk 
     menyerap  zat, energi,   dan/atau   komponen  lain  yang  masuk  atau  dimasukkan   ke 
     dalamnya.
9.  Sumberdaya  alam  adalah  unsur  lingkungan   hidup  yang  terdiri  atas  sumber  daya
      hayati dan non hayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.
10.  Kajian   lingkungan   hidup  strategis,   yang    selanjutnya    disingkat   KLHS,   adalah 
        rangkaian  analisis yang sistematis, menyeluruh, dan  partisipatif  untuk memastikan 
        bahwa prinsip  pembangunan  berkelanjutan  telah menjadi dasar   dan   terintegrasi
        dalam pembangunan suatu wilayahdan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
11.  Analisis   mengenai   dampak   lingkungan  hidup,  yang  selanjutnya  disebut  Amdal,
       adalah   kajian  mengenai   dampak  penting   suatu  usaha  dan/atau  kegiatan   yang 
       direncanakan   pada lingkungan  hidup  yang  diperlukan  bagi   proses  pengambilan
        keputusan tentang penyelenggaraan usahadan/atau kegiatan.
12.  Upaya  pengelolaan  lingkungan  hidup  dan upaya   pemantauan  lingkungan   hidup,
        yang selanjutnya  disebutUKL-UPL, adalah pengelolaan  dan  pemantauan terhadap
        usaha  dan/atau kegiatan yang tidak berdampak  penting terhadap lingkungan  hidup
        yang diperlukan  bagi  proses   pengambilan  keputusan   tentang   penyelenggaraan
        usaha dan/atau kegiatan.
13.  Baku mutu lingkungan hidupadalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
        energi, atau komponen yangada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang
        ditenggang keberadaannya dalamsuatu sumber daya tertentu sebagai unsure
        lingkungan hidup.
14.  Pencemaranlingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup,
        zat, energi, dan/ataukomponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
        manusia sehinggamelampaui bakumutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
15.  Kriteriabaku kerusakanlingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik,
        kimia, dan/atauhayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup
        untuk dapat tetap melestarikan fungsinya.
16.  Perusakanlingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan 
        langsung atautidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan
       hidup sehingga melampaui kriteria bakukerusakan lingkungan hidup.
17. Kerusakan lingkungan hidup adalahperubahan langsung dan/atau tidak langsung
       terhadap sifat fisik, kimia,dan/atau hayati ingkungan hidup yang melampaui kriteria
       baku kerusakan lingkungan hidup.
18.  Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk
        menjamin pemanfaatannyasecara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya
        dengan tetap memeliharadan meningkatkan kualitas nilai serta
        keanekaragamannya.
19.  Perubahaniklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak
        langsungoleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi
       atmosfir secaraglobal dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah
       yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.
20.  Limbahadalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
21.  Bahanberbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat,
        energi,dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya,
        baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau
        merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
        serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
22.  Limbahbahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah
        sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
23.  Pengelolaanlimbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, 
       pengumpulan,pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.
24.  Dumping(pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau
        memasukkan limbahdan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi
        tertentu denganpersyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
25.  Sengketalingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
        timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan
        hidup.
26.  Dampaklingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang
        diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
27.  Organisasilingkungan hidup adalah kelompok orang yang terorganisasi dan
        terbentuk atas kehendaksendiri yang tujuan dan kegiatannya berkaitan dengan
        lingkungan hidup.
28.  Auditlingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan
       penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan
       kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
29.  Ekoregionadalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air,
        flora,dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang
        menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup.
30.  Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan
        masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara
        lestari.
31. Masyarakat hukum adat adalah kelompokmasyarakat yang secara turun temurun
       bermukim di wilayah geografis tertentukarena adanya ikatan pada asal usul leluhur,
       adanya hubungan yang kuat denganlingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang
       menentukan pranata ekonomi, politik,sosial, dan hukum.
32.  Setiaporang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan
        hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
33.  Instrumenekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk
        mendorong Pemerintah,pemerintah daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian
       fungsi lingkungan hidup.
34.  Ancaman serius adalah ancaman yang berdampak luas terhadap lingkungan hidup
       dan menimbulkan keresahan masyarakat.
35.  Izinlingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan
        usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka
        perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk
        memperoleh izin usahadan/atau kegiatan.
36.  Izinusaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis
        untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan.
37.  Pemerintahpusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
        Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahanNegara Republik Indonesia  
        sebagai  mana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
        Tahun1945.
38.  Pemerintahdaerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah
        sebagai unsurepenyelenggara pemerintah daerah.
39.  Menteriadalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
        perlindungandan pengelolaan lingkungan hidup.

BAB II
ASAS,TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakanberdasarkan asas:
a.   tanggung jawab negara;
b.   kelestarian dan keberlanjutan;
c.   keserasian dan keseimbangan;
d.   keterpaduan;
e.   manfaat;
f.    kehati-hatian;
g.   keadilan;
h.   ekoregion;
i.    keanekaragaman hayati;
j.    pencemar membayar;
k.   partisipatif;
l.    kearifan lokal;
m. tata kelolapemerintahan yang baik; dan
n.   otonomi daerah.

Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:
a.   melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesiadari pencemaran dan/atau
      kerusakan lingkungan hidup;
b.   menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupanmanusia;
c.   menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dankelestarian ekosistem;
d.   menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e.   mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbanganingkungan hidup;
f.    menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kinidan generasi masa depan;
g.   menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkunganhidup sebagai bagian
      dari hak asasi manusia;
h.   mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secarabijaksana;
i.    mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j.    mengantisipasi isu lingkungan global.

Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4

Perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup meliputi:
a.   perencanaan;
b.   pemanfaatan;
c.   pengendalian;
d.   pemeliharaan;
e.   pengawasan; dan
f.    penegakan hukum.

BAB III
PERENCANAAN
Pasal 5

Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupdilaksanakan melalui tahapan:
a.   inventarisasi lingkungan hidup;
b.   penetapan wilayah ekoregion; dan
c.   penyusunan RPPLH.

BagianKesatu
Inventarisasi Lingkungan Hidup
Pasal 6

(1) Inventarisasilingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a terdiri 
      atas inventarisasilingkungan hidup:
      a. tingkat nasional;
      b. tingkat pulau/kepulauan; dan
      c. tingkat wilayah ekoregion.
(2) Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi
      mengenai sumber daya alam yang meliputi:
      a. potensi dan ketersediaan;
      b. jenis yang dimanfaatkan;
      c. bentuk penguasaan;
      d. pengetahuan pengelolaan;
      e. bentuk kerusakan; dan
       f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.

BagianKedua
Penetapan Wilayah Ekoregion
Pasal 7

(1) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksuddalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b menjadi dasar dalam penetapanwilayah ekoregion dan dilaksanakan oleh Menteri setelah berkoordinasi denganinstansi terkait.

(2) Penetapan wilayahekoregion sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkankesamaan:
a. karakteristik bentang alam;
b. daerah aliran sungai;
c. iklim;
d. flora dan fauna;
e. sosial budaya;
f. ekonomi;
g. kelembagaan masyarakat; dan
h. hasil inventarisasi lingkungan hidup.

Pasal 8
Inventarisasi lingkungan hidup di tingkat wilayah ekoregionsebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dilakukan untuk menentukandaya dukung dan daya tampung serta cadangan sumber daya alam.

Bagian Ketiga
Penyusunan Rencana Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 9

(1) RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c terdiri atas:
      a. RPPLH nasional;
      b. RPPLH provinsi; dan
      c. RPPLH kabupaten/kota.

(2) RPPLH nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf adisusun berdasarkan inventarisasi nasional.
(3) RPPLH provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf bdisusun berdasarkan:
a. RPPLH nasional;
b. inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan
c.inventarisasi tingkat ekoregion.
(4) RPPLH kabupaten/kotasebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun berdasarkan:
a. RPPLH provinsi;
b. inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan
c. inventarisasi tingkat ekoregion.

Pasal 10
(1) RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 disusun olehMenteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1)memperhatikan:
a. keragaman karakter dan fungsi ekologis;
b. sebaran penduduk;
c. sebaran potensi sumber daya alam;
d. kearifan lokal;
e. aspirasi masyarakat; dan
f.perubahan iklim.
(3) RPPLH diatur dengan:
a. peraturan pemerintah untuk RPPLH nasional;
b. peraturan daerah provinsi untuk RPPLH provinsi; dan
c.peraturan daerah kabupaten/kota untuk RPPLH kab/kota.
(4) RPPLH memuat rencana tentang:
a. pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam;
b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi LH;
c. pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan danpelestarian sumber daya alam; dan
d.adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
(5)RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuatdalam rencana pembangunan jangkapanjangdan rencana pembangunan jangka menengah.

Pasal 11

Ketentuan lebih lanjut mengenai inventarisasi lingkungan hidupsebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, penetapan ekoregion sebagaimana dimaksuddalam Pasal 7 dan Pasal 8, serta RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 danPasal 10 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PEMANFAATAN
Pasal12

(1) Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH.
(2)Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersusun, pemanfaatansumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampunglingkungan hidup dengan memperhatikan:
a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;
b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan
c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
(3) Daya dukung dan dayatampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh:
a.   Menteri untuk daya dukung dan daya tampunglingkungan hidup nasional dan pulau/kepulauan;
b.   gubernur untuk daya dukung dan daya tampunglingkungan hidup provinsi dan ekoregion lintas kabupaten/kota; atau
c.   bupati/walikota untuk daya dukung dan daya tampunglingkungan hidup kabupaten/kota dan ekoregion di wilayah kabupaten/kota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapandaya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat(3) diatur dalam peraturan pemerintah.

BAB V
PENGENDALIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13

(1) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkunganhidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
(2) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkunganhidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pencegahan;
b. penanggulangan; dan
c. pemulihan.
(3) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkunganhidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintahdaerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan,peran, dan tanggung jawab masing-masing.

Bagian Kedua
Pencegahan
Pasal 14

Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkunganhidup terdiri atas:
a. KLHS;
b.  tata ruang;
c. bakumutu lingkungan hidup;
d.  kriteria bakukerusakan lingkungan hidup;
e. amdal;
f.   UKL-UPL;
g.  perizinan;
h. instrumen ekonomi lingkungan hidup;
i.   peraturan perundang-undangan berbasis lingkunganhidup;
j.    anggaran berbasis lingkungan hidup;
k. analisis risiko lingkungan hidup;
l.    audit lingkungan hidup; dan
m. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmupengetahuan.

Paragraf 1
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Pasal 15

(1)Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsippembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunansuatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
(2)Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud padaayat (1) ke dalam penyusunan atau valuasi:
a. rencana tata ruangwilayah (RTRW) beserta encana rincinya, rencana pembangunan angka panjang(RPJP), dan rencana embangunan jangka menengah (RPJM) asional, provinsi, dankabupaten/kota; dan
b. bijakan, rencana, dan/atau program yang erpotensimenimbulkan dampak dan/atau isiko lingkungan hidup.
(3) KLHS dilaksanakandengan mekanisme: .
a. Pengkajianpengaruh kebijakan, rencana, an/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup disuatu wilayah;
b.  perumusan alternatif penyempurnaan ebijakan,rencana, dan/atau program; dan
c.  rekomendasi perbaikan untuk pengambilan eputusankebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip embangunanberkelanjutan.

Pasal 16
KLHS memuat kajian antara lain:
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung ingkungan hidupuntuk pembangunan;
b. perkiraan mengenaidampak dan risiko ingkungan hidup;
c. kinerja layanan/jasaekosistem;
d. efisiensi pemanfaatansumber daya alam;
e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadapperubahan iklim; dan
f. tingkat ketahanan danpotensi keanekaragamanhayati.

Pasal 17

(1)   Hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5ayat (3) menjadi dasar bagi kebijakan, encana, dan/atau program pembangunan alamsuatu wilayah.
(2)  Apabila hasil KLHS sebagaimana dimaksud adaayat (1) menyatakan bahwa daya dukung an daya tampung sudah terlampaui,
a. kebijakan, rencana, dan/atau program embangunantersebut wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS; dan
b. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah elampauidaya dukung dan daya tampung ingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.

Pasal 18

(1)   KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 yat(1) dilaksanakan dengan melibatkan asyarakat dan pemangku kepentingan.
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara enyelenggaraanKLHS diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf 2
Tata Ruang
Pasal 19
(1)  Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidupdan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkanpada KLHS.
(2) Perencanaan tataruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikandaya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Paragraf 3
Baku MutuLingkungan Hidup
Pasal 20
(1)  Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidupdiukur melalui bakumutu lingkungan hidup.
 (2) Bakumutu lingkungan hidup meliputi:
a. baku mutu air;
b. baku mutu air limbah;
c. baku mutu air laut;
d. baku mutu udara ambien;
e. baku mutu emisi;
f. bakumutu gangguan; dan
g. bakumutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbahke media lingkungan hidup dengan persyaratan:
a. memenuhi bakumutu lingkungan hidup; dan
b. mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuaidengan kewenangannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu lingkungan hidupsebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf c, huruf d, dan huruf gdiatur dalam Peraturan Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu lingkungan hidupsebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf e, dan huruf f diatur dalamperaturan menteri.

Paragraf 4
Kriteria BakuKerusakan Lingkungan Hidup
Pasal 21
(1) Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkunganhidup, ditetapkan kriteria bakukerusakan lingkungan hidup.
 (2)Kriteriabaku kerusakan lingkungan hidup meliputikriteria baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahaniklim.
(3) Kriteria baku kerusakan ekosistemmeliputi:
a.        kriteria bakukerusakan tanah untukproduksi biomassa;
b. kriteria baku kerusakan terumbukarang;
c. kriteria bakukerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/ataulahan;
d.        kriteria bakukerusakan mangrove;
e.        kriteria baku kerusakan padang lamun;
f. kriteria bakukerusakan gambut;
g. kriteria baku kerusakan karst;dan/atau
h. kriteria baku kerusakan ekosistemlainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(4) Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklimdidasarkan pada paramater antara lain:
a. kenaikan temperatur;
b. kenaikan muka air laut;
c. badai; dan/atau
d. kekeringan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai criteria baku kerusakan lingkunganhidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan atauberdasarkan Peraturan Pemerintah.

Paragraf5
Amdal
Pasal22

(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampakpenting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.
(2) Dampak pentingditentukan berdasarkan kriteria:
a.  besarnya jumlah penduduk yang akan terkenadampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponenlingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatifdampak;
f.   berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g.kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 23

(1)Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi denganamdal terdiri atas:
a.  pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b.  eksploitasi sumber daya alam, baik yangterbarukan maupun yang tidak terbarukan;
c. proses & kegiatan yang secara potensialdapat menimbulkan
     pencemaran dan/atau kerusakan lingkunganhidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
d.proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkunganbuatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e.proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasankonservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
f.   introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, danjasad renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dannonhayati;
h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/ataumempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
i.   penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyaipotensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapidengan amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturanMenteri.

Pasal 24
Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalamPasal 22 merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup.

Pasal 25

Dokumen amdal memuat:
a.  pengkajian mengenai dampak rencana usahadan/atau kegiatan;
b.  evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usahadan/atau kegiatan;
c. saran masukan serta tanggapan masyarakatterhadap rencana usaha dan/atau kegiatan;
d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifatpenting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebutdilaksanakan;
e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yangterjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup;
f.   rencana pengelolaan dan pemantauan lingkunganhidup.

Pasal 26

(1)  Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal22 disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat.
(2)  Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkanprinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukansebelum kegiatan dilaksanakan.
(3) Masyarakatsebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. yang terkena dampak;
b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam prosesamdal.
(4) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.

Pasal 27
Dalam menyusun dokumen amdal, pemrakarsa sebagaimana dimaksuddalam Pasal 26 ayat (1) dapat meminta bantuan kepada pihak lain.

Pasal 28
(1) Penyusun amdalsebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 wajib memilikisertifikat kompetensi penyusun amdal.
(2) Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi penyusunamdal
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penguasaan metodologi penyusunan amdal;
b. kemampuan melakukanpelingkupan,  prakiraan, dan evaluasidampak serta pengambilan keputusan; dan
c. kemampuan menyusun rencana pengelolaan & pemantauan
    lingkungan hidup.
(3) Sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusunamdal yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturanperundangundangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dancriteria kompetensi penyusun amdal diatur dengan peraturan Menteri.

Pasal 29
(1) Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdalyang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengankewenangannya.
(2) Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dariMenteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(3) Persyaratan dan tatacara lisensi sebagaimanadimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 30
(1) Keanggotaan Komisi Penilai Amdal sebagaimanadimaksud dalam Pasal 29 terdiri atas wakil dari unsur:
a.  instansi lingkungan hidup;
b.  instansi teknis terkait;
c.   pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan/ataukegiatan yang sedang dikaji;
d. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengandampak yang timbul dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;
e.  wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; dan
f.    organisasi lingkungan hidup.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi PenilaiAmdal dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukankajian teknis dan secretariat yang dibentuk untuk itu.
(3) Pakar independen dan secretariat sebagaimanadimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikotasesuai dengan kewenangannya.

Pasal 31
Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai Amdal, Menteri,gubernur, atau bupati/walikota menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakanlingkungan hidup sesuai dengan  kewenangannya.

Pasal 32
(1)  Pemerintah dan pemerintah daerah membantupenyusunan amdal bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yangberdampak penting terhadap lingkungan hidup.
(2)Bantuan penyusunan amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa fasilitasi, biaya,dan/atau penyusunan amdal.
(3)Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah diatur dengan peraturanperundang-undangan.

Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai amdal sebagaimana dimaksuddalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 32 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf 6
UKL-UPL
Pasal 34
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidaktermasuk dalam kriteria wajib amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat(1) wajib memiliki UKLUPL.
(2) Gubernur atau bupati/walikota menetapkan jenisusaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL.

Pasal 35
(1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajibdilengkapi UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib membuatsurat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
 (2) Penetapanjenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanberdasarkan kriteria:
a.  tidak termasuk dalam kategori berdampakpenting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1); dan
b. kegiatan usaha mikrodan kecil.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL dan surat pernyataan kesanggupan pengelolaan danpemantauan lingkungan hidup diatur dengan peraturan Menteri.

Paragraf 7
Perizinan
Pasal 36
(1)  Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajibmemiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.
(2)  Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimanadimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL.
(3)  Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakanlingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.
(4)  Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur,atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 37
(1)  Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuaidengan kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabilapermohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL.
 (2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalamPasal 36 ayat (4) dapat dibatalkan apabila:
a.  persyaratan yang diajukan dalam permohonanizin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenarandan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi;
b.  penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimanatercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup ataurekomendasi UKL-UPL; atau
c.kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakanoleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 38
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2),izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usahanegara.

Pasal 39
(1)    Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuaidengan kewenangannya wajib mengumumkan setiap permohonan dan
         keputusan izin lingkungan.
(2)    Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat.


Pasal 40
(1)    Izin lingkungan merupakan persyaratan untukmemperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
 (2)   Dalamhal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan.
(3)    Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalamiperubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui izinlingkungan.
Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin sebagaimana dimaksuddalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 40 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf 8
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
Pasal 42
(1)  Dalam rangka melestarikan fungsi lingkunganhidup, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkaninstrumen ekonomi lingkungan hidup.
(2)  Instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimanadimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi;
b. pendanaan lingkungan hidup; dan
c. insentif dan/atau disinsentif.

Pasal 43
(1)Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud dalamPasal 42 ayat (2) huruf a meliputi:
a.  neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup;
b.  penyusunan produk domestik bruto dan produk domesticregional bruto yang mencakup penyusutan sumber daya alam dan kerusakanlingkungan hidup;
c.  mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkunganhidup antar daerah; dan
d.  internalisasi biaya lingkungan hidup.
(2)  Instrumen pendanaan lingkungan hidup sebagaimanadimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b meliputi:
a. dana jaminan pemulihanlingkungan hidup;
b. dana penanggulanganpencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan
c. dana amanah/bantuanuntuk konservasi.
(3) Insentif dan/ataudisinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c antara lainditerapkan dalam bentuk:
a.    pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup;
b.    penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkunganhidup;
c.    pengembangan sistem lembaga keuangan danpasar modal yang ramah lingkungan hidup;
d.    pengembangan sistem perdagangan izin pembuanganlimbah dan/atau emisi;
e.   pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup;
f.    pengembangan asuransi lingkungan hidup;
g.   pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup; dan
h.   sistem penghargaan kinerja di bidang perlindungandan pengelolaan lingkungan hidup.
 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai instrumentekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43 ayat (1)sampai dengan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 9
Peraturan Perundang-undangan BerbasisLingkungan Hidup
Pasal 44
Setiap penyusunan peraturan perundangundangan pada tingkatnasional dan daerah wajib memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidupdan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuanyang diatur dalam Undang-Undang ini.

Paragraf 10
Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup
Pasal 45
(1)Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia serta pemerintah daerah danDewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib mengalokasikan anggaran yang memadai untukmembiayai:
a.kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b.program pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup.
(2)  Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran danaalokasi khusus lingkungan hidup yang memadai untuk diberikan kepada daerah yangmemiliki kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik.

Pasal 46
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dalamrangka pemulihan kondisi lingkungan hidup yang kualitasnya telah mengalamipencemaran dan/atau kerusakan pada saat undang-undang ini ditetapkan, Pemerintahdan pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran untuk pemulihan lingkunganhidup.

Paragraf 11
Analisis Risiko Lingkungan Hidup
Pasal 47
(1)  Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensimenimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadapekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan
       manusia wajib melakukan analisis risiko lingkunganhidup.
(2)  Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimanadimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengkajian risiko;
b. pengelolaan risiko;dan/atau
c. komunikasi risiko.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko lingkunganhidup diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf 12
Audit Lingkungan Hidup
Pasal 48
Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha dan/atau kegiatanuntuk melakukan audit lingkungan hidup dalam rangka meningkatkan kinerjalingkungan hidup.

Pasal 49
(1) Menteri mewajibkan audit lingkungan hidup kepada:
a. usaha dan/ataukegiatan tertentu yang berisiko tinggi terhadap lingkungan hidup; dan/atau
b. penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menunjukkanketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melaksanakanaudit lingkungan hidup.
(3) Pelaksanaan audit lingkungan hidup terhadapkegiatan tertentu yang berisiko tinggi dilakukan secara berkala.

Pasal 50
(1) Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatantidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1),Menteri dapat melaksanakan atau menugasi pihak ketiga yang independent untukmelaksanakan audit lingkungan hidup atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/ataukegiatan yang bersangkutan.
(2) Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan hidup.

Pasal 51
(1) Audit lingkungan hidup sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49 dilaksanakanoleh auditor lingkungan hidup.
(2) Auditorlingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki sertifikatkompetensi auditor lingkungan hidup.
 (3) Kriteriauntuk memperoleh sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup sebagaimanadimaksud pada ayat (2) meliputi kemampuan:
a.  memahami prinsip, metodologi, dan tata laksanaaudit lingkungan hidup;
b. melakukan audit lingkungan hidup yang meliputitahapan perencanaan, pelaksanaan, pengambilan kesimpulan, dan pelaporan; dan
c.   merumuskan rekomendasi langkah perbaikansebagai tindak lanjut audit lingkungan hidup.
(4) Sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidupsebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensiauditor lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 52
Ketentuan lebih lanjut mengenai audit lingkungan hidupsebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 sampai dengan Pasal 51 diatur dengan PeraturanMenteri.

Bagian Ketiga
Penanggulangan
Pasal 53
(1)  Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atauperusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup.
(2) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan pencemarandan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmupengetahuan danteknologi.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam PeraturanPemerintah.

Bagian Keempat
Pemulihan
Pasal 54
(1)  Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atauperusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
(2) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian sumberpencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemulihanfungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalamPeraturan Pemerintah.

Pasal 55
(1)   Pemegang izin lingkungan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 36 ayat (1) wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihanfungsi lingkungan hidup.
(2)   Dana penjaminan disimpan di bank pemerintahyang ditunjuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengankewenangannya.
(3)   Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuaidengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihanfungsi lingkungan hidup dengan menggunakan dana penjaminan.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai dana penjaminansebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam PeraturanPemerintah.

Pasal 56
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian pencemarandan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampaidengan Pasal 55 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BABVI
PEMELIHARAAN
Pasal 57
(1) Pemeliharaanlingkungan hidup dilakukan melalui upaya:
a. konservasi sumber daya alam;
b. pencadangan sumber daya alam; dan/atau
c. pelestarian fungsi atmosfer.
 (2)Konservasi sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputikegiatan:
a. perlindungan sumber daya alam;
b. pengawetan sumber daya alam; dan
c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.
(3) Pencadangan sumberdaya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan sumber daya alamyang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu.
(4) Pelestarian fungsiatmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
b. upaya perlindungan lapisan ozon; dan
c. upaya perlindungan terhadap hujan asam.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai konservasi dan pencadangan sumber daya alamserta pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdengan Peraturan Pemerintah.

BABVII
PENGELOLAANBAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
SERTALIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
Bagian Kesatu
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 58
(1)  Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayahNegara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan,memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukanpengelolaan B3.
 (2)Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya danBeracun
Pasal 59
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajibmelakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.
(2)Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannyamengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.
(3) Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukansendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
(4) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dariMenteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajibmencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajibanyang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.
(6)Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.
(7)Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BagianKetiga
Dumping
Pasal 60
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahanke media lingkungan hidup tanpa izin.

Pasal 61
(1) Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60hanya dapat dilakukan dengan izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/ walikotasesuai dengan kewenangannya.
(2)Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi yangtelah ditentukan.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan dumping limbah atau bahandiatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
SISTEM INFORMASI
Pasal 62
(1)Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem informasi lingkunganhidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup.
(2)  Sistem informasi lingkungan hidup dilakukansecara terpadu dan terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat.
 (3)         Sisteminformasi lingkungan hidup paling sedikit memuat informasi mengenai status lingkunganhidup, peta rawan lingkungan hidup, dan informasi lingkungan hidup lain.
(4) Ketentuan lebihlanjut mengenai system informasi lingkungan hidup diatur dengan PeraturanMenteri.

BABIX
TUGASDAN WEWENANG PEMERINTAH DAN
PEMERINTAHDAERAH
Pasal 63
(1) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup, Pemerintah bertugas dan berwenang:
a.   menetapkan kebijakan nasional;
b.   menetapkan norma, standar, prosedur,dankriteria;
c.   menetapkan dan melaksanakankebijakan mengenaiRPPLH nasional;
d.   menetapkan & melaksanakan kebijakanmengenai KLHS;
e.   menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenaiamdal dan UKL-UPL;
f.    menyelenggarakan inventarisasi sumber dayaalam nasional dan emisi gas rumahkaca;
g.   mengembangkan standar kerja sama;
h.   mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalianpencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
i.    menetapkan dan melaksanakan kebijakanmengenai sumber daya alam hayati dan nonhayati, keanekaragaman hayati, sumberdaya genetik, dan keamanan hayati produk rekayasa genetik;
j.    menetapkan dan melaksanakan kebijakanmengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon;
k.   menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenaiB3, limbah, serta limbah B3;
l.    menetapkan dan melaksanakan kebijakanmengenai perlindungan lingkungan laut;
m.  menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenaipencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup lintas batas negara;
n.   melakukan pembinaan dan pengawasan terhadappelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah;
o.   melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatanpenanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungandan peraturan perundangundangan;
p.   mengembangkan dan menerapkan instrumenlingkungan hidup;
q.   mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja samadan penyelesaian perselisihan antardaerah serta penyelesaian sengketa;
r.    mengembangkan dan melaksanakan kebijakanpengelolaan pengaduan masyarakat;
s.   menetapkan standar pelayanan minimal;
t.    menetapkan kebijakan mengenai tata carapengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hokumadat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
u.   mengelola informasi lingkungan hidup nasional;
v.   mengoordinasikan, mengembangkan, dan  menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramahlingkungan hidup;
w. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan,dan penghargaan;
x.   mengembangkan sarana dan standar laboratoriumlingkungan hidup;
y.   menerbitkan izin lingkungan;
z.   menetapkan wilayah ekoregion; dan melakukanpenegakan hukum lingkungan hidup.


Sumber : www.fith2010.webs.com
Selanjutnya »»

Warga Tolak Pembangunan Pabrik Limbah B3


23 December 2011 | 21:00:00 - Sidik

CIKARANG TIMUR (koransidak.com) - Warga Kampung Kalenderwak Desa Karang Sari Kecamatan Cikarang Timur Kabupaten Bekasi meminta kepada dinas instansi terkait agar tidak mengeluarkan surat ijin kepada PT. Mitra Jaya Pertiwi (MJP) yang sedang membangun pabrik pengolahan Limbah yang diduga bahan berbahaya dan beracun (B3) yang berada di dekat perkampungan padat penduduk di wilayah itu.

Warga Kampung Kalen Droak, Marjaya Abdul Haris dan Mardoi yang ditemui Jum’at (16/12) mengatakan, warga menolak keras rencana pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 diatas lahan seluas 1,3 hektar yang berada di Kampung Kalen Droak RT.04/01 Desa Karang Sari Kecamatan Cikarang Timur .

Karena katanya, pembangunan pabrik tersebut berada di dekat perkampungan yang padat penduduk. Sedangkan PT. MJP pada acara konsultasi publik di Kantor Desa Karang Sari pihak PT.MJP mengaku nantinya akan mengolah oli bekas, blotong (Sludge Oil), Slope Oil, ban bekas, limbah cat dan sempat terjadi ketegangan antara warga dengan pihak manajemen PT.MJP karena warga bersih keras menolak dibangunnya pabrik pengolah B3 tersebut.

“Apapun alasannya kami tetap menolak dibangunnya pabrik pengolahan limbah tersebut karena kami kawatir kampung kami akan tercemar dengan polusi air maupun udara. Jangan-jangan daftar absen warga pada waktu pertemuan di kantor desa tersebut dijadikan bahan untuk mengurus perijinan. Ini tidak benar dan akan kami persoalkan,” ujar Marjaya khawatir.

Sementara itu Enin Mujakar, SH Kades Karang Sari yang dihubungi Jum’at (23/12) mengatakan, kalau warga menolak dengan adanya pembangunan pengolahan Limbah B3. sebagai pemimpin mengikuti kemauan warga. “Kalau warga menolak pembangunan pabrik tersebut, saya sebagai kepala desa akan mengikuti kemauan warga,” tuturnya. (Nano)

Selanjutnya »»

Warga Tolak Pabrik Pengolah B3

Cikarang Timur – Lantaran akan dibangun pabrik pengolah limbah B3 (Barang Berbahaya dan Beracun) di lahan seluas 1,3 hektar, warga Kampung Kalenderowak, Rt 04/01, Desa Karangsari resah. Mereka khawatir, pabrik tersebut berampak buruk pada kehidupan mereka kemudian hari.

Lokasi rencana pendirian Pabrik Limbah Beracun B3
Warga Kalenderowak, Jaya menuturkan, warga mengetahui bakal dibangun pabrik pengolah limbah B3 ketika PT Mitra Jaya Pertiwi melakukan sosialisasi di kantor desa yang dihadiri juga oleh Kades Karangsari pada 8/12 lalu. “Tadinya yang diundang gak semua warga, hanya beberapa orang saja. Itu pun yang sudah di kondisikan oleh perusahaan,” paparnya.

Sepengetahuannya, pabrik tersebut akan mengolah minyak pelumas (oli) bekas, ban bekas, limbah cat, pelarut bekas (solvent), dan majun terkontaminasi B3.

“Saya takut imbasnya juga ke anak-anak kami, bisa dari air maupun udara. Takutnya bisa cacat,” kata Jaya.
Menurutnya, meski pembangunan pabrik tersebut berada di zona indsutri, namun mengingat jarak pabrik dengan pemukiman warga hanya 50 meter, selayaknya, kata dia pabrik seperti itu, dilokasikan di wilayah yang jauh dari pemukiman warga. “Kalau mereka buat pabrik konveksi tidak masalah. Tapi ini pabrik bisa merugikan warga,” tuturnya.

Abdul Haris yang rumahnya paling berdekatan dengan lahan rencana pembangunan pabrik mengungkapkan ada 1200 KK yang berdekatan dengan pabrik pengelolaan limbah tersebut. Tutur mantan Kadus I tersebut, semua warga menolak.

Namun anggota Komisi C Budiyanto mengatakan, tak menjadi masalah jika pabrik tersebut dibangun asal berada di zona industri sesuai peruntukkan tata ruang. “Kalau pabrik tersebut ada izin, sah-sah saja,” tuturnya.

Namun, kata dia, jika izin HO (lingkungan) tidak ada, Budiyanto meminta warga untuk mengadu ke dinas terkait, kemudian mengajukan keberatan ke DPRD.
“Kalau memang keberatannya ada kepentingan sosial, kami siap menindaklanjuti. Asalkan jangan ada persoalan ini cuma menjadi ajang mencari uang,” pungkasnya.

Pantauan Radar Bekasi, di lahan tersebut sudah dibangun tembok pembatas sepinggang orang dewasa. Bahkan lokasi juga sudah dijaga sejumlah keamanan. (sam)



Selanjutnya »»