Kamis, 01 Maret 2012

PABRIK ASBES “TRIPILAR” AKAN DITINJAU ULANG

 
 
Pemerintah kota Salatiga mempertimbangkan kembali (ijin) keberadaan
pabrik asbes Tripilar di kelurahan Noborejo kecamatan Argomulyo,
seperti yang dijelaskan oleh Dra. Siti Nur Sholikhah, Camat Argomulyo,
"Saya tidak mengerti dengan perencanaan tata kota Salatiga kok daerah
Nobo yang notabenenya sebagai daerah atas yang menjadi daerah
penyangga air malah menjadi daerah lokasi pabrik.  Keberadaan pabrik
itu nantinya akan coba kita tinjau lebih jauh." Katanya

Menurut keterangan Ir. Mustain Suradi, kepala Pengelolaan Lingkungan
Hidup, DPLH Kota Salatiga, pabrik Tripilar tidak memiliki Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Sedangkan Uji Kelayakan Lingkungan
dan Uji Pengelolaan Lingkungan (UKL-UPL) sampai saat ini masih dalam
taraf konsultasi dengan pihak dinas terkait.
"Hal ini sangat menyedihkan, karena pabrik yang sudah berdiri sejak
1993 belum memiliki AMDAL, UKL-UPL, sudah bisa beroperasi sekian
tahun" Ungkap EYP. Widodo, aktifis pemerhati masalah pengelolaan
sampah di Salatiga.

Hasil pantauan KK, lokasi pabrik Tripilar ada di tengah-tengah
pemukiman warga Noborejo. Pembuangan limbah cairnya dilewatkan selokan
belakang pabrik dialirkan ke sungai di pinggir jalan raya. Sebagian
limbahnya dibuang ke selokan warga.

Pekerja yang melakukan penggalian  saluran limbah cair yang tidak
menggunakan sepatu bot, kakinya mengalami gatal-gatal. Juga muncul bau
tak sedap yang bila dihirup menimbulkan rasa pening kepala, perut
mual.

BAHAYA ASBES
Asbes yang dikombinasikan dengan semen dan merupakan batuan mineral
yang kerap dijadikan langit-langit rumah itu termasuk karsinogen atau
zat pemicu terjadinya kanker.

Seperti yang pernah di lansir sebuah harian nasional, Kompas,
(27/04/2007), Organisasi internasional, WHO (World Health
Organization)  mengumumkan bahwa setiap 10 tahun kematian akibat
kanker paru terkait dengan bahaya di lingkungan pekerjaan. Paling
tidak 125 juta orang di seluruh dunia terpapar asbes saat bekerja dan
90 ribu orang meninggal setiap tahunnya.

Di Jepang, tercatat ratusan orang meninggal akibat menghirup asap
asbes. Mereka menderita meshothelioma, yakni kanker yang menyerang,
rongga dada, paru-paru da perut. Debu asbes yang sangat kecil dan
tajam itu bisa melukai rongga pernapasan, apalagi jika berlangsung
berlarut-larut. Setidaknya, banyak perusahaan di Jepang melaporkan
lebih dari 300 karyawannya meninggal akibat menghirup debu asbes.
Perusahaan Kubota Corp. melaporkan 79 pegawai yang bertugas
memproduksi asbes meninggal.

Di tahun 2003 saja ada 878 korban yang menderita mesothelioma terpaut
dengan akibat dari terhirupnya debu asbes. Ini             menunjukkan
peningkatan jumlah korban dari yang tadinya 500 korban di tahun 1995.

Sedangkan di negeri sakura Jepang, pemerintah mengeluarkan larangan
penggunaan asbestos biru dan cokelat karena termasuk tipe karsinogen
yang sangat tinggi.

Terkait bahaya asbes ini, Negara maju seperti Australia melarang
keberadaan asbes. Seperti dikatakan Vanesia aktifis Tanam Untuk
Kehidupan kepada Koran Komunitas di kediamannya. "Di Australia, asbes
sudah menjadi barang illegal yang keberadaannya dilarang. Saya tidak
mengerti kenapa di Indonesia dilegalkan. Lebih-lebih di Salatiga ini
ada pabrik asbes. Sangat disayangkan, karena akibat asbestos (bahan
dasar asbes: red) jika sudah masuk ke tubuh akan tidak bisa diurai dan
dikeluarkan lagi sehingga menimbulkan kanker asbestos. Bahkan tbc
asbestos". Katanya pada KK.

Lebih jauh, Vanes menerangkan bahwa Dinas Kesehatan Kota (DKK )
Salatiga sudah melakukan penelitian tentang ini, yakni oleh Dr. Sovie
Haryanti. Namun sayangnya, sosialisasi di masyarakat khususnya sekitar
pabrik, belum pernah dilakukan. Hanya sekedar menjadi wacana bagi
sebagian orang yang jauh dari pabrik. Hal ini jika tidak ditanggapi
serius oleh pemerintah, bukan tidak mungkin dikemudian hari akan
muncul penyakit kanker dan tbc akibat asbes.

Lebih jauh, Kepala bidang pengelolaan lingkungan hidup dari YLKI, EYP.
Widodo,  mengatakan bahwa "asbestos, bahan dasar asbes itu ketika
didalam gudang harus selalu dalam keadaan berkabut agar
partikel-partikel kecil dalam asbestos tidak beterbangan di lingkungan
masyarakat dan menimbulkan masalah bagi masyarakat karena bisa
menimbulkan kanker jika partikel asbestos masuk ke aliran darah dan
tidak bisa dikeluarkan lagi, selain dengan cuci darah". Pendapat ini
diiyakan oleh dr. Epsilon kepala Puskesmas Getasan. "Ya, asbestos ini,
kalau sudah masuk ke tubuh kita tidak bisa dihilangkan, dan lama-lama
itu akan mengumpul di paru-paru sehingga menyebabkan penyakit".
Kata-nya kepada KK di kantornya.

RESPON MASYARAKAT
Sejauh ini, masyarakat tidak melakukan protes terhadap keberadaan
pabrik. Sebab sebagian warga bekerja di pabrik tersebut. Selain itu,
setiap ketua RW dan RT di kelurahan setempat setiap tahunnya mendapat
uang tetap dari pabrik. "Saya jadi ewuh dan serba salah mbak,
bagaimana kita mau melawan mereka. Sedangkan mereka setiap tahunnya
memberi kita kompensasi uang ke kita pada bulan agustus dan lebaran".
Kata salah seorang ketua Rt setempat yang tidak mau disebut namanya.

Melihat bagaimana bahayanya asbes bagi kehidupan kita, serta
pengalaman di banyak negara (industri) maju terhadap penanganan kasus
kesehatan dan kematian akibat  asbes, maka setidaknya pemerintah kita
harus segera mengambil tindakan yang tegas terhadap industri asbes di
tanah air. Sebab,  kesehatan adalah hak semua orang.  Maka adalah
kewajiban pemerintah untuk melindunginya.  *(red)

--
KORAN KOMUNITAS
media informasi dan komunikasi antar komunitas
Alamat Redaksi :
Jl Menur 38 Salatiga - Jawa Tengah - Indonesia
Telp/fax : 0298-327719