Pemerintah kota Salatiga mempertimbangkan kembali (ijin) keberadaan pabrik asbes Tripilar di kelurahan Noborejo kecamatan Argomulyo, seperti yang dijelaskan oleh Dra. Siti Nur Sholikhah, Camat Argomulyo, "Saya tidak mengerti dengan perencanaan tata kota Salatiga kok daerah Nobo yang notabenenya sebagai daerah atas yang menjadi daerah penyangga air malah menjadi daerah lokasi pabrik. Keberadaan pabrik itu nantinya akan coba kita tinjau lebih jauh." Katanya Menurut keterangan Ir. Mustain Suradi, kepala Pengelolaan Lingkungan Hidup, DPLH Kota Salatiga, pabrik Tripilar tidak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Sedangkan Uji Kelayakan Lingkungan dan Uji Pengelolaan Lingkungan (UKL-UPL) sampai saat ini masih dalam taraf konsultasi dengan pihak dinas terkait. "Hal ini sangat menyedihkan, karena pabrik yang sudah berdiri sejak 1993 belum memiliki AMDAL, UKL-UPL, sudah bisa beroperasi sekian tahun" Ungkap EYP. Widodo, aktifis pemerhati masalah pengelolaan sampah di Salatiga. Hasil pantauan KK, lokasi pabrik Tripilar ada di tengah-tengah pemukiman warga Noborejo. Pembuangan limbah cairnya dilewatkan selokan belakang pabrik dialirkan ke sungai di pinggir jalan raya. Sebagian limbahnya dibuang ke selokan warga. Pekerja yang melakukan penggalian saluran limbah cair yang tidak menggunakan sepatu bot, kakinya mengalami gatal-gatal. Juga muncul bau tak sedap yang bila dihirup menimbulkan rasa pening kepala, perut mual. BAHAYA ASBES Asbes yang dikombinasikan dengan semen dan merupakan batuan mineral yang kerap dijadikan langit-langit rumah itu termasuk karsinogen atau zat pemicu terjadinya kanker. Seperti yang pernah di lansir sebuah harian nasional, Kompas, (27/04/2007), Organisasi internasional, WHO (World Health Organization) mengumumkan bahwa setiap 10 tahun kematian akibat kanker paru terkait dengan bahaya di lingkungan pekerjaan. Paling tidak 125 juta orang di seluruh dunia terpapar asbes saat bekerja dan 90 ribu orang meninggal setiap tahunnya. Di Jepang, tercatat ratusan orang meninggal akibat menghirup asap asbes. Mereka menderita meshothelioma, yakni kanker yang menyerang, rongga dada, paru-paru da perut. Debu asbes yang sangat kecil dan tajam itu bisa melukai rongga pernapasan, apalagi jika berlangsung berlarut-larut. Setidaknya, banyak perusahaan di Jepang melaporkan lebih dari 300 karyawannya meninggal akibat menghirup debu asbes. Perusahaan Kubota Corp. melaporkan 79 pegawai yang bertugas memproduksi asbes meninggal. Di tahun 2003 saja ada 878 korban yang menderita mesothelioma terpaut dengan akibat dari terhirupnya debu asbes. Ini menunjukkan peningkatan jumlah korban dari yang tadinya 500 korban di tahun 1995. Sedangkan di negeri sakura Jepang, pemerintah mengeluarkan larangan penggunaan asbestos biru dan cokelat karena termasuk tipe karsinogen yang sangat tinggi. Terkait bahaya asbes ini, Negara maju seperti Australia melarang keberadaan asbes. Seperti dikatakan Vanesia aktifis Tanam Untuk Kehidupan kepada Koran Komunitas di kediamannya. "Di Australia, asbes sudah menjadi barang illegal yang keberadaannya dilarang. Saya tidak mengerti kenapa di Indonesia dilegalkan. Lebih-lebih di Salatiga ini ada pabrik asbes. Sangat disayangkan, karena akibat asbestos (bahan dasar asbes: red) jika sudah masuk ke tubuh akan tidak bisa diurai dan dikeluarkan lagi sehingga menimbulkan kanker asbestos. Bahkan tbc asbestos". Katanya pada KK. Lebih jauh, Vanes menerangkan bahwa Dinas Kesehatan Kota (DKK ) Salatiga sudah melakukan penelitian tentang ini, yakni oleh Dr. Sovie Haryanti. Namun sayangnya, sosialisasi di masyarakat khususnya sekitar pabrik, belum pernah dilakukan. Hanya sekedar menjadi wacana bagi sebagian orang yang jauh dari pabrik. Hal ini jika tidak ditanggapi serius oleh pemerintah, bukan tidak mungkin dikemudian hari akan muncul penyakit kanker dan tbc akibat asbes. Lebih jauh, Kepala bidang pengelolaan lingkungan hidup dari YLKI, EYP. Widodo, mengatakan bahwa "asbestos, bahan dasar asbes itu ketika didalam gudang harus selalu dalam keadaan berkabut agar partikel-partikel kecil dalam asbestos tidak beterbangan di lingkungan masyarakat dan menimbulkan masalah bagi masyarakat karena bisa menimbulkan kanker jika partikel asbestos masuk ke aliran darah dan tidak bisa dikeluarkan lagi, selain dengan cuci darah". Pendapat ini diiyakan oleh dr. Epsilon kepala Puskesmas Getasan. "Ya, asbestos ini, kalau sudah masuk ke tubuh kita tidak bisa dihilangkan, dan lama-lama itu akan mengumpul di paru-paru sehingga menyebabkan penyakit". Kata-nya kepada KK di kantornya. RESPON MASYARAKAT Sejauh ini, masyarakat tidak melakukan protes terhadap keberadaan pabrik. Sebab sebagian warga bekerja di pabrik tersebut. Selain itu, setiap ketua RW dan RT di kelurahan setempat setiap tahunnya mendapat uang tetap dari pabrik. "Saya jadi ewuh dan serba salah mbak, bagaimana kita mau melawan mereka. Sedangkan mereka setiap tahunnya memberi kita kompensasi uang ke kita pada bulan agustus dan lebaran". Kata salah seorang ketua Rt setempat yang tidak mau disebut namanya. Melihat bagaimana bahayanya asbes bagi kehidupan kita, serta pengalaman di banyak negara (industri) maju terhadap penanganan kasus kesehatan dan kematian akibat asbes, maka setidaknya pemerintah kita harus segera mengambil tindakan yang tegas terhadap industri asbes di tanah air. Sebab, kesehatan adalah hak semua orang. Maka adalah kewajiban pemerintah untuk melindunginya. *(red) -- KORAN KOMUNITAS media informasi dan komunikasi antar komunitas Alamat Redaksi : Jl Menur 38 Salatiga - Jawa Tengah - Indonesia Telp/fax : 0298-327719